Hakikat Iman dan Tingkatannya

Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah atau berkurang. Ketakwaan yang hakiki tidak akan dicapai kecuali setelah ia meninggalkan keraguan di dalam hatinya. Secara bahasa, Iman adalah tashdiiq (membenarkan atau mempercayai). Secara istilah, Iman adalah mempercayai Rasulullah dan berita yang dibawanya dari Allah.
Cinta dan benci karena mencari keridhaan Allah adalah sebagian dari iman. Maka mencintai orang-orang shalih seperti kaum Anshar adalah tanda-tanda iman telah bersemi. Di dalam Iman terdapat kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, hukum-hukum, dan sunnah-sunnah. Kewajiban adalah perbuatan yang diwajibkan, syariat adalah ajaran atau aqidah agama, hukum adalah larangan yang diharamkan, dan sunan adalah hal-hal yang disunnahkan. Maka iman bisa mencapai titik kesempurnaan dan bisa juga tidak.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. menginginkan agar hatinya tetap mantap dengan iman, maka sesungguhnya Nabi Ibrahim a.s. menginginkan bertambahnya keimanan disamping keimanan yang sudah ada. Bersama izin Allah, bertambahnya iman Nabi Ibrahim a.s. dengan hidupnya kembali 4 potongan jasad burung yang dihidupkan Allah Swt. setelah diletakkan setiap potongannya di bukit yang berbeda. Dari sini, pahamlah kita bahwa ketima Mu’adz bin Jabal berkata kepada Al-Aswad bin Hilal untuk duduk dan beriman sejenak, ini bukanlah bermakna bahwa mereka baru akan mulai beriman, namun justru mereka ingin memperbaharui keimanan mereka sebagaimana mereka telah memulai beriman pada awalnya. Berdzikir dan memuji Allah menjadi sarana peningkatan iman mereka.
Keyakinan keseluruhannya adalah iman, karena keyakinan merupakan dasar daripada iman. Jika keyakinan tertanam dalam hati, seluruh anggota tubuh termotivasi untuk berbuat baik. Seandainya keyakinan benar-benar bersemayam dalam hati, maka ia akan terbang ke surga dan menjauhi api neraka. Seorang hamba tidak akan mencapai ketakwaan yang hakiki hingga ia meninggalkan keraguan di dalam hatinya, dalam pengertia menjaga diri dari kesyirikan dan menekuni segala perbuatan baik. Namun lahirnya nasihat akan ‘keraguan’ sesungguhnya menunjukan perbedaan tingkat keimanan manusia.
Syahadat dalam rukun Islam telah mencakup makna iman kepada hal yang ghaib secara keseluruhan. Tidak disebutkannya jihad sebagai bagian dari rukun Islam menunjukkan hukumnya yang fardhu kifayah dan tidak dapat terlaksana kecuali pada waktu dan kondisi khusus yang disyaratkan. Namun yang sudah pasti bahwa kesabaran adalah setengah dari iman, membiasakan do’a, “Ya Allah, tambahkanlah keimanan, keyakiinan, dan pemahaman adalah juga di antara baiknya iman.
Iman mempunyai lebih dari 60 atau 70 cabang. Malu adalah diantara cabang iman karena malu itu baik keseluruhannya. Disebutkannya ‘malu’ menunjukkan bahwa ‘malu’ menjadi motivator yang akan memunculkan cabang iman yang lain. Seluruh cabang yang lain tersebut tentunya menarik untuk diketahui, dan diantara metode penghitungan yang pernah ada sebagaimana metode Ibn Hibban meskipun tidak terlalu rinci, yakni:
1) Perbuatan Hati, termasuk keyakinan dan niat: 24 cabang
Iman kepada Dzat, sifat, keesaan dan kekekalan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Qadha dan Qadar, Hari Akhir, Alam Kubur, Hari Kebangkitan, Dikumpulkannya semua orang di padang Mahsyar, hari perhitungan, perhitungan pahala dan dosa, surga dan neraka.
Cinta kepada Allah, Nabi, sesama, shalawat dan ittiba’ Sunnah.
Ikhlas: meninggalkan riba, kemunafikan, taubat, rasa takut, harapan, syukur, amanah, sabar, ridha terhadap qadha, tawakkal, rahmah, kerendahan hati, meninggalkan kesombongan, iri, dengki dan amarah.
2) Perbuatan Lisan (7 cabang)
Melafazhkan tauhid, membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu, mengajarkan ilmu, doa, dzikir dan istighfar, dan menjauhi perkataan yang tidak bermanfaat
3) Perbuatan Jasmani (38 cabang)
a] Badan (15 cabang)
Bersuci dan menjauhi najis, menutup aurat, shalat wajib dan sunnah, zakat, membebaskan budak, dermawan (termasuk memberi makan dan menghormati tamu), puasa wajib dan sunnah, haji dan umrah, thawaf, i’tikaf, mencari lailatul qadar, mempertahankan agama (seperti hijrah dari daerah syirik), melaksanakan nadzar, melaksanakan kafarat
b] Orang Lain (6 cabang)
Iffah (menjaga kesucian diri) dengan nikah, menunaikan hak anak dan keluarga, berbakti kepada kedua orang tua, mendidik anak, silaturrahim, taat kepada pemimpin, dan berlemah lembut kepada pembantu
c] Kemaslahatan Umum (17 cabang)
Berlaku adil dalam memimpin, mengikuti kelompok mayoritas, taat kepada pemimpin, mengadakan ishlah (perbaikan) seperti memerangi para pembangkang agama, membantu dalam kebaikan seperti amar ma’ruf dan nahyi munkar, melaksanakan hukum Allah, jihad, amanah dalam denda dan hutang serta melaksanakan kewajiban hidup bertetangga.
Menjaga perangai dan budi pekerti yang baik dalam berinteraksi dengan sesama seperti mengumpulkan harta di jalan yan ghalal, menginfakkan sebagian hartanya, menjauhi foya-foya dan menghamburkan harta, menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, tidak menyakiti orang lain, serius dan tidak suka main-main, serta menyingkirkan duri di jalanan.
Demikianlah hakikat Iman, bahwa sesungguhnya yang tertinggi kalimat Laa Ilaaha Illa Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan. Sekali lagi tingkatan-tingkatan ini menunjukkan perbedaan ketinggian iman antara satu cabang dengan cabang lainnya.
Note: Tulisan ini adalah ringkasan dan inti dari Kitab Iman yang disusun oleh Imam Bukhari dengna syarah Al Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani.
Kategori