Kembali ke Fitrah

Oleh : Wido Supraha, M.Si.
Tatkala bulan Ramadhan berlalu, kaum muslimin kembali dapat makan, minum, dan menyentuh pasangan hidupnya di siang hari. Inilah makna literal dari kalimat ‘idul fitri, yakni kembali berbuka. Fithrah (naluri, tabiat, karakter, atau pembawaan) manusia membutuhkan tiga hal tersebut. Namun sejarah membuktikan, naluri manusia pun membutuhkan hal yang lebih besar lagi yakni Tuhan untuk disembah dan agama untuk dianut. Pencarian Tuhan yang dilakukan kalangan Yunani Kuno, atau pencarian oleh seorang Ibrahim a.s. menjadi contoh utama.
Islam hadir menjawab kebutuhan tersebut, sesuai dengan fithrah manusia, membimbing fithrah manusia dengan ajarannya yang lurus, mengarahkan fitrah manusia yang pada dasarnya berada di antara kecenderungan untuk bertaqwa dan bermaksiat, untuk lebih cenderung kepada ketaqwaan. Ajaran Islam yang mengatur mulai dari hal yang besar sampai hal yang kecil telah terbukti mampu menjaga manusia dalam peri-kehidupannya sehingga terlahir peradaban manusia yang menjadi rujukan banyak pihak, termasuk berkontribusi di awal berkembangnya peradaban Barat dewasa ini.
Islam tidak mengekang fithrah manusia, apalagi menghalanginya. Namun menjaga nilai-nilai dasar yang diajarkan Islam akan membuat fithrah manusia mendapatkan arahan terbaik meraih keselamatan dalam mengarungi kehidupan dunia, sehingga pada akhirnya mendapatkan penghormatan dan penghargaan dari Tuhan yang dirindukannya untuk dapat bertemu dan dilihat.
Keunikan kaum muslimin terletak pada upayanya untuk menjaga fithrah manusia sesuai kehendak Penciptanya yang tentu pasti mengetahui yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Mari kita jaga fithrah yang suci berbekal ibadah Ramadhan yang telah kita jalani. Lanjutkan kehidupan kita, raih ridho Ilahi.
Kategori