Kurikulum Taqwa di dalam Al-Qur’an

Oleh: Dr. Wido Supraha (Dosen Pascasarjana Magister Pendidikan Islam UIKA Bogor)
Taqwa adalah buah keimanan. Iman hadir karena telah merasa aman dengan konsep kebenaran, kebahagiaan, dan cahaya, sehingga tidak ada lagi keraguan di dalam jiwanya. Dorongan keimanan melahirkan energi untuk berkompetisi menjadi yang terbaik. Islam memiliki kurikulum standar untuk membentuk jiwa yang bertakwa hingga siap meniti jalan menuju tingkatan takwa yang paling tinggi, di antaranya dengan metode penyembahan yang spesifik dan unik (Q.S. 2:21), sumber referensi kebenaran berupa kitab suci (Q.S. 2:63; 6:153; 7:63), penegakan hukum (Q.S. 2:179, 7:171), metode berpuasa (Q.S. 2:183), metode penjelasan ilmu (Q.S. 2:187), dan tradisi saling menasihati dalam kebenaran (Q.S. 7:164).
Penyembahan kepada Allah adalah sarana melahirkan ketaqwaan. Sejak awal Nabi Adam a.s. diturunkan, ruku’ dan sujud adalah di antara metode penyembahan yang bersifat tetap, yang bernama shalat. Di dalam seluruh gerakan berikut bacaan Shalat mengandung banyak pelajaran dan nilai-nilai pendidikan yang akan memelihara serta semakin menguatkan ketaqwaan, sehingga siapapun yang bagus shalatnya ia akan tergerak melahirkan amal-amal besar dalam konteks yang lebih luas, karena ditujukan bernilai ibadah.
Ketaqwaan itu sendiri dibangun di atas landasan petunjuk, dan Al-Qur’an adalah sumber petunjuk (Q.S. 2:2). Al-Qur’an adalah kebenaran dari langit yang diturunkan ke muka bumi, agar manusia tidak lagi menjadi ragu, tidak lagi meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan. Sehingga petunjuk atau hidayah bukanlah ditunggu, tapi dicari, dan pencaharian itu hendaknya dimulai dengan men-tadabburi 6236 ayat Al-Qur’an atau 77.439 kata atau 340.740 huruf di dalamnya.
Penegakan hukum adalah jaminan dari turunan kesepakatan nilai-nilai yang diyakini manusia bertaqwa. Hal ini karena kesepakatan membutuhkan pemeliharaan agar lahir tatanan kehidupan yang harmonis dan sinergis. Karenanya, hukum Islam mengandung pelajaran berupa jaminan keberlangsungan kehidupan yang saling memuliakan, menghormati setiap jiwa yang hidup di atas dunia, dan karenanya, manusia akan semakin bertaqwa.
Puasa Ramadhan diwajibkan karena terdapat segudang pelajaran besar tertentu yang hanya bisa diraih jika ia melaluinya dengan sempurna. Di dalamnya terdapat ujian fisik, kesabaran jiwa, sehingga melahirkan kejernihan akal. Akal yang jernih akan memudahkan manusia masuk kepada fase mencintai ilmu untuk melahirkan amal yang jauh lebih berkualitas pada sisa-sisa hidupnya, dan dengannya ketaqwaan akan teraih.
Cara Islam dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islami pun penuh dengan muatan hikmah yang tidak terkira. Ilmu tersampaikan dengan penjelasan yang dapat dimengerti oleh akal dan jiwa, bahkan dirasakan manfaatnya oleh jasad. Dalam kurikulum Islam, fitrah manusia awal yang sejatinya telah mengenal iman, akan semakit menguat, sehingga tidak satupun pelajaran dan materi pendidikan dalam Islam yang bertentangan dengan fitrah manusia, karena ia lahir dari yang menciptakan fitrah itu sendiri.
Terakhir, sifat manusia yang melemah jika menyendiri dalam ketaqwaan, atau ketika bercampur dalam keramaian sangatlah disadari dalam Islam. Sehingga, sosok manusia yang bertaqwa diperintahkan untuk selalu membersamai kumpulan-kumpulan manusia yang bertaqwa. Hanya dengan metode itulah terjadi proses saling menguatkan, di antaranya melalui proses saling nasihat-menasihati, saling berkasih sayang dan saling melengkapi. Maka bersabar hidup bersama orang-orang bertaqwa akan melahirkan kebaikan besar bagi kelestarian taqwa dalam jiwa setiap manusia.
Pertanyaan dapat diajukan melalui: suprahawido@gmail.com, dan jawaban akan disampaikan di Channel Dialog Islami: https://chat.whatsapp.com/IFvHr8kiLHuBtmuIZDc8Tj
__
💠 Facebook: facebook.com/wido.supraha
📷 Instagram: instagram.com/supraha
🐦 Twitter: twitter.com/supraha
📠 Telegram: telegram.me/supraha
🎥 Youtube: youtube.com/supraha
Kategori