Catatan Kuliah Filsafat dan Penyempurnaannya (5) – Dasar dan Tujuan Pendidikan

Ditulis ulang oleh : Wido Supraha, M.Si.
Salah satu dasar dibutuhkannya sistem pendidikan adalah dibutuhkan pribadi yang utuh pada setiap manusia yang dibangun sejak masa kanak hingga dewasa dan terus mencapai kematangannya hingga akhir hayatnya. Pribadi utuh tercapai tatkala pengetahuan sama dengan sikap dan perilaku. Sebagai contoh, kalau seseorang mengetahu bahwa sifat sabar itu baik, dan dia mau mempraktikkan sifat sabar dalam kondisi yang dibutuhkan maka pada saat itulah disebut ‘utuh’.
Lawan dari kepribadian utuh adalah split personality. Nabi Saw. banyak menjawabnya, antara yang diketahui, yang diterima dan yang dilakukan. Sesungguhnya akhlak itu ada pada setiap orang, meskipun tanpa ada Nabi, hanya saja tidak sempurna, maka disebut li-utammima. Sehingga tujuan pengutusan Nabi Saw. adalah menjadikan akhlak yang sempurna. Terminologi ‘ibadurrahman itu sebenarnya sangat toleran terhadap orang jahil, qaalu salaaman. Ini dalil yang paling baik ketika kita hendak berbicara tasamuh (toleransi).
Di dalam bahasa Inggeris ada aim[1], goal[2], objective[3], dan target[4]. Al-Attas menggunakan aim, dan ini masih masuk area filsafat.
- Goal : Tujuan Pendidikan Nasional
- Objective : Tujuang Pendidikan Lembaga (c/ SD, SMP)
Dan tujuan kita adalah khalifatullah fil ardhi, ibadurrahman, insan kaamil.
Sebagai contoh, Ilmu Hukum akan berbahaya kalau dia tumbuh sendiri tanpa Filsafat Hukum dan Filsafat Ilmu Hukum.
Merumuskan tujuan harus memiliki dasar, sementara kita sering merumuskan sesuatu tanpa dasar. Setiap proyek rumuskanlah tujuannya dengan mempunyai dasar (philosophy of life, dan kebutuhan masyarakat). Di pesantren ada yang tujuan dasarnya ada di ‘kepala’ pendirinya, dan tidak diturunkan, sehingga berbahaya bagi penerusnya dan menelurkan program kebijakan. Lambatnya kemajuan umat Islam ini sebenarnya adalah karena kita tidak menuliskan tujuan proyek-proyeknya. Contoh kecil adalah khutbah jum’at yang belum terstruktur.
Rumuskanlah tujuan dan tujuan itu harus ada dasarnya dan dasarnya harus diuji dahulu. Sehingga kalau pendidikan harus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, harus dibuktikan apakah berdasarkan keyakinan atau alasan filosofis, ilmiah, saintifik lainnya. Adapun Pendidikan Barat berdasarkan akal rasional bukan super rasional.
Di zaman Yunani sudah ada faham humanisme, terutama Heraclitos, Georgius, yang kemudian bermusuhan dengan Socrates, dan kemudian Socrates diadili dan dihukum mati. Inilah pertengkaran teori filsafat. Kalau teori Socrates banyak dianut masyarakat akan banyak mata pencarian Sophis yang hilang, karena Sophis adalah pembela orang beperkara dengan metode sophist.
Sohpis itu berfikir bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Dengan alat yang dimiliki oleh seluruh manusia, yaitu rasio, dengan aturan yang bahan dasarnya akal, sementara akal kita itu mengandung keanehan-keanehan sampai tidak mengerti akal itu sendiri. Sehingga kita terima saja bahwa akal itu hebat. Rasionalisme adala faham dimana kebenaran itu diperoleh dan diukur dengan akal. Ini faham yang sudah tua sekali. Ada kalanya satu sisi rasional dan sisi lain rasional, bagaimana yang benar?
Secara logika kita dapat ketahui bahwa dengan metode sophist, rasio bisa berlawanan,
– Hidup dibagi dua = ½ hidup, Mati dibagi dua = ½ mati, karena hasilnya sama maka hidup = mati
– Orang membunuh bisa dibenarkan ketika mengatakan, “Saya lagi belajar silat, dan sedang menghunuskan pisau, tapi perutnya diajukan ke saya.”
Saat proses untuk memutuskan hukuman atas Socrates, banyak pelajaran yang bisa diambil. Saat itu, orang-orang dari pantai/pancing, dicegat dan dibayar untuk mendukung kesalahan Socrates, sehingga akhirnya Socrates kalah sedikit. Socrates tidak menyetujui menggunakan cara serupa karena kebenaran tidak boleh dibeli dengan uang. Saat Hakim hendak memberikan bentuk hukuman lain dalam bentuk denda yang murah, kebenaran itu bisa dibeli dengan harga yang murah (hukuman yang ringan). Alternatif lain dengan meminta Socrates meninggalkan kota pun ditolak dengan mengatakan kurang lebih sebagai berikut, “Bodoh benar kalian ini, nanti orang akan mengira kebenaran itu batal karena tokoh pemikirannya menghilang.” Socrates pada akhirnya kita saksikan mampu mempertahankan kebenaran dengan nyawa (kematian).
Sekarang rasio diukur dengan suara terbanyak, karena sama-sama benar. Demokrasi adalah jalan terbaik di antara yang terburuk yang disepakati. Humanisme melahirkan Rasio (rasionalisme yang kemudian melahirkan konsep Suara Terbanyak dan pada akhirnya mengangkat isu HAM (Hak Asasi Manusia). Kalau di bidang ekonomi akan melahirkan kapitalisme, budaya melahirkan hedonisme, dan politik melahirkan HAM.
Kalau saat ini mulai banyak yang mengangkat tema Pendidikan maka sebaiknya Multikultur jangan dipaksakan karena akan lahir HAM. Pendidikan PAI berbasis Multikultur harus diwaspadai, karena multikultur menurut buku teks yang asli sebenarnya sarat dengan kesalahan. Saat ini disetujui mungkin karena konsep multikultur yang ditawarkan masih dalam batas-batas toleransi dan belum menyentuh tesis John Hick. Contoh: Anda punya rumah dan disebelah dibangun rumah bordil, maka menurut pendidikan multikultur, diizinkan.
Pertanyaan mendasar kemudian jika HAM dipaksakan harus ada, maka bagaimana dengan Hak Asasi Tuhan? Siapa yang punya alam semesta? Apakah tidak boleh ia memiliki hak? Sementara kalau kita bertamu di rumah orang, tentu ada aturannya. Kalau dunia ini bukan milik Tuhan berarti milik siapa? Dari pikiran logis silahkan dicari argumentasinya.
Didalam buku Alam Pikiran Yunani yang ditulis oleh Mohammad Hatta dijelaskan,
- Mitos 1: Waktu Tales bertanya, “What is the stuff of this world?”
- Mitos 2: Bumi ini terletak di ujuang tanduk binatang gede, ketika ia digigit nyamuk ia bergerak, dan gempa.
- Mitos 3: Bintang selalu muncul setiap hari, apa sih maunya bintang?
Gen orang Yunani ini gen orang kritis. Bagaimana supaya hidup itu teratur? Karena mereka tinggal di kepulauan yang sangat sempit, sehingga perlu membuat aturan. Agama Musa tidak sampai kepada mereka, sehingga yang ada mitos. Mitos sudah mereka curigai dan kemudian akhirnya Rasio. Ajaran Tidak Membuang Sampah itu ajaran lama, dan merupakan sumber Civic Education, mereka tinggal di kepulauan Cicilia (Laut Jernih dan Bersih), dan mereka sangat melarang membuat sampah di sembarang tempat.
Pendidikan Sekularisme sama, berawal dari Humanisme ke Rasionalisme, dan kebudayaan pun Sekularisme. Ini tidak baik, dan 1886, Nietzsche sudah mengingatkan bahwa kebudayaan Barat sudah diambang kehancuran karena dibangun di atas rasionalisme. 1997, Capra membuktikan bahwa budaya Barat sebenarnya sudah hancur, sehingga harus di-redesign dengan rasionalisme ditambah intisari ajaran agama Iching, agama yang sebenarnya baru berhasil membentuk tusuk jarum. Ketika Nietszche mengatakan God is Stop, dia tidak pernah mengatakan tidak ada Tuhan, namun ia bermaksud Tuhan telah mati di hati manusia (pastur).
Maka kembali kepada tujuan dan dasar pendidikan hendaknya diarahkan kepada kepribadian yang utuh, manusia terbaik dalam hal ini menurut konsepsi Islam. Dan membicarakan tujuan pendidikan akan terkait dengan berbicara akan tujuan hidup, sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia.
Kategori