Basmalah

Basmalah mengandung 19 huruf, sebagaimana 19 malaikat Zabaniyah [Q.S. Al-Muddatstsir/74:74) sentiasa melafazhkan basmalah sebagai sumber kekuatan sehingga dengannya mereka semakin kuat. Membacanya memiliki fadhilah berupa dicatatnya untuk setiap huruf 4000 kebaikan, dilebur darinya 4000 keburukan, dan diangkat untuknya 4000 derajat.[1] Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa mereka yang membaca basmalah disebut dengan mubasmil.[2]
Basmalah adalah ungkapan yang senada dengan halalla, sabhala, hamdala, haishala, ja’fala, thabqala, dam’aza, haifalah dan hauqala ar-rajul.[3]
Awalnya Nabi Saw. terbiasa menulis dengan redaksi “Bismika Allahumma“, hingga kemudian berubah menjadi “Bismillah” setelah diturunkannya ayat Allah Swt.,
“Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Huud/11:41)
hingga kemudian beliau Saw memerintahkan untuk menulis “Bismillahirrahman” saat turunnya ayat Allah Swt,
Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya [870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (Q.S. Al-Isra’/17:110)
hingga kemudian beliau Saw memerintahkan untuk menulis “Bismillahirrahmanirrahim“[4] saat turunnya ayat Allah Swt,
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Naml:30)
Terdapat diskursus di kalangan para ulama tafsir tentang posisi basmalah dalam Al-Qur’an. Di antara ragam pendapat menyatakan bahwa basmalah bukanlah suatu ayat dari surat manapun; basmalah adalah ayat dari semua surah selain surah Bara’ah; basmalah adalah ayat dari surah Al-Fatihah saja; Basmalah diturunkan hanya untuk pemisah surah; dan lainnya. Para ulama Makkah, Kufah merujuk kepada Ibn ‘Abbas dan Ibn al-Mubarak bahwa basmalah adalah ayat dari semua surah selain surah Bara’ah. Para ulama Madinah, Syam dan Basrah berpendapat bahwa basmalah diturunkan sebagai pemisah setiap surah.
Demikian pula terdapat sebagian ulama yang meyakini bahwa tujuh ayat yang diulang (sab’ul matsani) adalah di luar basmalah. Jika demikian, maka ayat ketujuh adalah kalimat “ghairil maghdhubi ‘alaihim wa la adh-dhallin“.
Ibn Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa sebagian ulama tidak mewajibkan membacanya dengan jahr sebagai riwayat yang tsabt dari khalifah yang empat, Abdullah bin Mughaffal, sebagian tabi’in senior maupun junior, dan diikuti oleh Imam Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan Ahmad bin Hanbal. Sebagian lagi mewajibkannya merujuk kepada kondisi ketika Mu’awiyah menjadi imam, juga beberapa riwayat shahih dari Nabi Saw.[5]
Basmalah sangatlah penting untuk dihayati pengamalannya, terutama dalam banyak hal Nabi Saw secara langsung menyebutkan bahwa seluruh amal yang tidak diawali dengan basmalah maka akan terputus dari keberkahan. Maka membacanya di saat mengawali makan atau mengqhodho ketika lupa membacanya, masuk ke kamar mandi, keluar rumah, masuk ke masjid, naik kendaraan, menyentuh istri, menutup pintu rumah, mematikan lampu, menutup bejana meski dengan seutas tali, menuangkan air minum, menyembelih, mengobati penyakit adalah di antara sunnah yang harus dilaksanakan.
Basmalah merupakan sumpah dari Allah bahwa Dia menegaskan surah yang ada seluruhnya kebenaran, dan bahwa Allah akan memenuhi semua yang dijamin-Nya dalam surah ini dalam hal janji, kelembutan dan kebaikan.[6] Dengan menyebut nama Allah bermakna ‘dengan Allah’, karena ciptaan dan takdir Allah maka seseorang akan mencapai tujuannya. Basmalah bermakna memulai dengan pertolongan, taufik, dan keberkahan Allah sebagai bagian dari pengajaran Allah.
Bismi
Menurut Imam Al-Alusi, huruf ba pada bismi adalah permohonan pertolonga (isti’anah) atau juga bermakna penyertaan (ba al-musabahah) atau pendekatan atau peninggian atau tambahan atau sumpah. Imam Al-Baidhawi memilih makna isti’anah, dan Az-Zamakhsyari memilih makna ba’ al-musabahah).
Ulama Bashrah berpendapat bahwa kata ismu berasal dari samwun, sementara ulama Kufah meyakini berasal dari kata as-simatu, dari wasama. Al-ismdigunakan pada dzat, hakikat, wujud, dan diri.
Allah
Allah telah mengajarkan agar mendahulukan nama-Nya yang mulia atas semua perbuatan-Nya, menjelaskan sifat-sifat yang dimiliki-Nya sebelum menyebutkan segala hal yang diinginkannya. Maka basmalah dapat diartikan secara logis, “Aku membaca dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang).[7]
Menurut Ibn Katsir, memulai dengan nama-nama Allah yang terbaik adalah keutamaan, sebagaimana dalam firman Allah Surat Al-A’raf/7:180, Q.S. Al-Waqi’ah/56:74 dan 96.
Iman Asy-Syaukani menjelaskan bahwa kata ‘Allah’ adalah nama diri (‘alam) untuk Dzat yang wajib ada, yang tidak dijuluki dengannya kepada selain-Nya. Asal kata Allah adalah ilah.[8] Imam Al-Baghawi menjelaskan bahwa kata Allah adalah nama yang khusus bagi Allah Azza wa Jalla yang tidak ada asal pengambilannya. Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa Allah memiliki 5000 nama: 1000 di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, 1000 di dalam Taurat, 1000 di dalam Injil, 1000 di dalam Zabur, dan 1000 di Lauh Mahfuzh. Kata ‘Allah’ tidak diketahui asal-muasal pengambilannya dari fa’ala yaf’ulu.
Ar-Rahman Ar-Rahim
Kedua kata ini berakar kata sama, ‘rahima’. Abdul Malik bin Abi Sulaiman Maisarah al-Arzama (wafat 145H) menakwilkan ar-rahman yang meliputi seluruh makhluk, dan ar-rahim khusus untuk orang beriman. Imam As-Sa’di menjelaskan bahwa rangkaian kedua kata nama ini menunjukkan kedudukan Allah sebagai pemilik rahmat yang luas nan agung yang dapat menjangkau segala sesuatu dan mencakup semua makhluk hidup. Mengutip Ibn ‘Abbas, Imam Al-Baghawi menjelaskan bahwa keduanya nama yang mengandung makna kelembutan atau kebaikan, yang salah satunya lebih lembut atau lebih baik daripada lainnya.
Maraji’
1] Tafsir Ibn Mas’ud, Jam’ wa Tahqiq wa Dirasah
2] Kata ini termasuk dalam bahasa muwalladah, yakni bahasa yang bukan dipraktikkan oleh penduduk Arab pedalaman, juga bukan bahasa Arab klasik.
3] Imam Al-Qurthubi, Jami’ li Ahkam Al-Qur’an.
4] Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim wa As-Sab’i Al-Matsani; Penjelasan ini juga diambil oleh Imam Al-Qurthubi dari Asy-Sya’bi dan Al-A’masy
5] Tafsir Ibn Katsir
6] Imam Al-Qurthubi, Jami’ li Ahkam Al-Qur’an
7] Tafsir Ath-Thabari, Jami’ al-baya fi At-Ta’wil Ayi Al-Qur’an.
8] Imam Asy-Syaukani, Fath al-Qadir al-Jami’ Baina Fannai ar-Riwayah wa ad-Dirayah min ‘Ilm at-Tafsir
Kategori