Teori Perkembangan (Intisari Buku Educational Psychology)

Teori Perkembangan
(Sebuah Intisari dari Educational Pshycology)
Oleh : Wido Supraha, M.Si.
Abstrak
Di dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam tentang teori-teori terkait dengan pengembangan manusia, yakni aspek-aspek apa saja yang menunjang human development dan isu-isu sentral yang terkait dengannya. Beberapa teori mapan dalam dunia psikologi juga akan dibahas dan dikritisi seperti teori pengembangan aspek kognitif dan tahapannya, sekaligus kritik dan revisi terhadap teori Piaget yang kemudian tumbuh menjadi Neo-Piagetian.
Selanjutnya akan dikaji bagaimana Vygotsky melihat pengembangan kognitif dan aplikasi dari teorinya dalam dunia pengajaran, dan Erikson melihat pengembangan aspek pribadi dan sosial, tahapannya, implikasi sekaligus kritik terhadap Teori Erikson.
Makalah ini akan ditutup dengan mengkaji beberapa teori tentang pengembangan moral seperti Teori Piaget tentang Moral Development, Tahapan Kohlberg dalam penalaran moral, dan kritik terhadap teori Kohlberg.
Kata Kunci : akomodasi, adaptasi, asimilasi, autonomous morality, centration, class inclusion, kognitif, konservasi, construtivism, development, egocentric, equilibration, heteronomous morality, inferred reality, moral dilemmas, object permanence, postconventional level of morality, preconventional level of morality, preoperational stage, private speech, psychosocial crisis, phsychosocial theory, reflexes, reversibility, scaffolding, schemes, sensorimotor stage, seriation, sign systems, transitivity, zone of proximal development.
Pendahuluan
Delapan belas tahun pertama, seorang anak tumbuh dengan sangat mengagumkan. Banyak perubahan yang terjadi dengan sangat jelas, seperti tubuhnya yang semakin besar, akalnya yang semakin cerdas, semakin cakap secara sosial, dan seterusnya. Namun begitu, banyak aspek pula terkait perkembangannya yang tidak tidak terlalu jelas. Mereka tumbuh dengan jalan yang berbeda-beda dan tingkatan yang berbeda-beda, dan perkembangan ini dipengaruhi oleh faktor biologi, kultur, parenting, pendidikan, dan faktor lainnya. Setiap pengajar perlu untuk memahami bagaimana seorang anak tumbuh dan berkembang agar dapat memahami bagaimana anak belajar dan bagaimana cara terbaik untuk mengajar mereka (Comer, 2005).
I. Perkembangan Manusia
Istilah perkembangan (development) disini mengacu kepada bagaimana seorang manusia itu tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui pelajaran kehidupan yang dilewatinya, perkembangan kognitif (berfikir), dan perkembangan bahasa.
Seorang anak bukanlah miniatur dari seorang dewasa. Cara berfikir mereka berbeda, and mereka melihat dunia ini secara berbeda dan mereka hidup dengan prinsip moral dan etika yang berbeda. Satu hal utama yang dibutuhkan dalam proses pengajaran yang efektif adalah seorang guru yang memahami bagaimana siswanya berfikir dan bagaimana siswanya melihat alam ini. Strategi pengajaran yang efektif harus memperhitungkan usia dan tahap tumbuh kembang siswanya.
Ada 2 (dua) isu utama yang menjadi perdebatan utama selama puluhan tahun di dalam dunia psikolog. Pertama terkait dengan masa dimana perkembangan sangat dipengaruhi oleh pengalaman, dan yang kedua adalah pertanyaan apakah perkembangan itu berproses secara bertahap.
Apakah perkembangan ditentukan saat kelahiran, karena keturunan dan faktor biologis, atau efek dari pengalaman dan faktor lingkungan lain? Dewasa ini, kebanyakan para developmental psychologist (seperti Bee & Boyd, 2007; Berk, 2006, Cook & Cook, 2007; Fabes & Martin, 2000) meyakini bahwa faktor alami dan pola pengasuhan berkombinasi di dalam mempengaruhi perkembangan, dengan faktor biologis memainkan peran yang cukup kuat di beberapa aspek seperti perkembangan fisik, dan faktor lingkungan memainkan peran yang cukup kuat juga di aspek-aspek lainnya seperti perkembangan moral.
Isu kedua yang bergulir di sekitar dugaan bagaimana perubahan itu bisa terjadi. Teori Perkembangan Berkesinambungan mengasumsikan bahwa perkembangan itu terjadi dalam gerak yang halus seperti perkembangan keahlian (skill) dan pengalaman yang difasilitasi oleh orang tua dan lingkungannya. Teori-teori berkelanjutan menitikberatkan pada pentingnya lingkungan daripada faktor keturunan di dalam menentukan perkembangan.
Perspektif kedua mengasumsikan bahwa pertumbuhan anak itu dapat diprediksi dan memiliki tahap perkembangan yang tidak sama. Dalam hal ini, perubahan dapat secara tiba-tiba terjadi ketika seorang anak berlanjut ke tahap perkembangan barunya. Semua anak diyakini memperoleh keahlian dalam rangkaian yang sama, meskipun tingkat perubahannya berbeda antara anak yang satu dengan yang lain. Kemampuan seorang anak untuk mencapai setiap tahap yang berurutan tidak bisa disederhanakan dengan mengatakan “kurang lebih sama”; pada tiap tahapan, anak-anak mengalami perkembangan yang berbeda secara kualitatif dalam pemahaman, kemampuan, dan keyakinan. Mengabaikan tahapan-tahapan ini tentuk tidak mungkin, meskipun pada beberapa hal anak yang sama boleh jadi menampilkan karakteristik perilaku dari lebih dari satu tahapan (Zigler & Gilman, 1998). Teori ini disebut dengan Teori Perkembangan Tidak Berkesinambungan yang fokus pada faktor pembawaan lahir daripada faktor lingkungan, untuk menjelaskan perubahan setiap waktunya. Faktor lingkungan mungkin memiliki beberapa pengaruh pada fase perkembangan, tapi langkah rangkaian perkembangan yang ada secara esensi sudah pasti.
Piaget, Vygotsky, Erikson, dan Kohlberg fokus pada aspek perkembangan yang berbeda. Meskipun demikian, kesemuanya adalah pendukung teori tahapan, karena mereka membagi keyakinan bahwa tahap yang jelas dari perkembangan itu dapat diidentifikasi dan dijelaskan, namun di antara mereka terdapat perbedaan secara signifikan dalam jumlah tahapan dan detail dari setiap tahapan yang ada. Masing-masing juga fokus pada aspek perkembangan yang berbeda (seperti : kognitif, sosio-emosi, kepribadian, dan moral).
II. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Jean Piaget, lahir di Switzerland 1986, adalah psikologi pengembang yang paling berpengaruh dalam sejarah psikologi (lihat Flavell, 1996; Wadsworth, 2004). Setelah menerima gelar doktornya dalam bidang Biologi, beliau menjadi sangat tertarik dengan psikologi berbasiskan teorinya yang paling awal dalam observasi yang cerma terhadap ketiga anak-anaknya. Piaget mengaplikasikan prinsip-prinsip dan metoda Biologi untuk mempelajari perkembangan manusia, dan banyak dari istilah yang dimunculkannya untuk dunia psikologi diambil langsung dari Biologi.
Piaget bereksplorasi tentang mengapa dan bagaimana kemampuan mental berubah dari waktu ke waktu. Bagi Piaget, perkembangan tergantung pada bagian besar dari manipulasi anak dari dan interaksi aktif dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan (lihat Langer & Killen, 1998; Wadsworth, 2004). Teori Piaget tentang perkembangan kognitif mengajukan teori bahwa akal seorang anak, atau kemampuan kognitif, tumbuh dalam 4 (empat) tahap. Tiap tahap dicirikan dengan kemunculan kemampuan baru dan cara memproses informasi yang baru. Banyak dari teori-teori Piaget telah dibantah pada riset-riset berikutnya. Meskipun demikian, hasil kerja Piaget membentuk dasar yang esensial untuk memahami perkembangan seorang ana.
a. Skema[1]
Piaget meyakini bahwa semua anak terlahir dengan kecondongan memiliki pembawaan lahiriyah untuk berinteraksi dengan dan mengindera pada lingkungan mereka. Piaget dalam hal ini mengacu pada konsep dasar menata dan memproses informasi seperti struktur kognitif. Seorang anak kecil menampilkan contoh perangai atau berfikir yang disebut skema-skema, dimana anak yang lebih berumur dan orang dewasa juga seperti itu. Skema digunakan untuk mencari tahu tentang sesuatu dan berkelakuan di alam; tiap-tiap skema memperlakukan semua objek dan peristiwa dengan cara yang sama. Sebagai contoh, kebanyakan bayi mendapati bahwa sesuatu yang dapat dilakukan terhadap sebuah benda (object) adalah dengan membantingnya. Ketika bayi tersebut melakukannya, maka akan keluar suara darinya, dan ia akan melihat bagaimana benda tersebut menabrak permukaan sesuatu.
Observasi yang dilakukan oleh bayi ini akan menceritakan kepadanya sesuatu tentang benda tersebut. Bayi-bayi juga dapat belajar tentang benda dengan mencoleknya, mengisapnya, dan melemparnya. Masing-masing dari pendekatan untuk berinteraksi dengan sebuah obyek benda ini adalah yang disebut dengan skema. Ketika bayi-bayi tersebut bertemu obyek benda baru, bagaimana cara mereka mengetahui lebih mendalam tentang obyek benda ini? Menurut Piaget, mereka akan menggunakan skema-skema yang telah mereka kembangkan and akan mencari tahu apakah obyek benda baru tersebut membuat suara yang keras atau lemah ketika dibantingkan, atau bagaimana rasanya ketika dicicipi, apakah rasanya seperti susu, dan apakah benda tersebut menggelinding atau sekedar berserakan ketika benda tersebut terjatuh.
b. Asimilasi dan akomodasi
Menurut Piaget, adaptasi[2] adalah proses menyesuaikan skema dalam merespon lingkungannya dengan maksud berasimilasi dan berakomodasi. Asimilasi[3] adalah proses mengenal sebuah objek atau peristiwa baru dengan skema yang dimilikinya saat itu. Jika seorang bayi diberikan benda-benda yang kecil maka mereka tidak akan pernah melihatnya sebelumnya, tetapi akan mencoba mencaritahu dengan menggenggamnya, menggigitnya, atau membantingnya. Dengan kata lain, mereka mencoba untuk menggunakan skema-skema lama yang mereka miliki untuk mempelajari tentang benda-benda baru yang belum dikenal ini.
Sebenarnya hal yang sama terjadi pada pelajar SMU yang telah mempelajari skema di dalam memasukkan informasi ke dalam media penyimpanan dan mengingat isi media tersebut. Dia kemudian akan mencoba mengaplikasikan skema ini untuk mempelajari konsep yang sulit seperti ekonomi, yang bisa saja pendekatan ini tidak efektif untuk hal baru tersebut.
Terkadang, ketika cara lama untuk mengenal alam ini tidak lagi bisa dipakai, seorang anak dapat memodifikasi skema lamanya ketika bertemu dengan informasi dan pengalaman yang baru, dan proses ini disebut dengan akomodasi[4]. Sebagai contoh, jika sebuah telur diberikan kepada bayi yang memiliki ‘skema membanting’ untuk objek benda kecil, maka apa yang akan terjadi dengan telur tersebut telah dapat dipastikan. Yang belum jelas adalah tentang apa yang akan terjadi dengan ‘skema membanting’ sang bayi. Karena efek yang tidak diharapkan dari membanting telur tersebut, mungkin saja si bayi akan merubah skema yang ia miliki, dan berikutnya ia mungkin akan membanting sebuah benda dengan keras, dan benda yang lain dengan lembut. Demikian juga pada pelajar SMU yang belajar dengan maksud hanya untuk menghafalnya, mungkin akan menggunakan cara yang berbeda di dalam mempelajari ekonomi, seperti mendiskusikannya dengan seorang teman tentang konsep-konsep yang sulit dicerna.
Bayi yang membanting telur tersebut dan pelajar yang mencoba menghafal daripada memahami terpaksa harus mengakui bahwa skema lamanya tidak lagi dapat dipakai dalam situasi baru yang ia alami. Hal ini, dalam teori Piaget, melahirkan kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) atau ketimpangan (imbalance) antara apa yang dipahami dan apa yang dijumpai. Dan seorang manusia secara alami akan mencoba untuk mengurangi ketimpangan tersebut dengan fokus pada penyebab (stimuli) kondisi ketidakseimbangan dan kemudian mengembangkan skema baru atau mengadaptasikan skema yang lama sampai tercapai keseimbangan (equilibrium). Proses pencapaian keseimbangan ini disebut dengan equilibration[5].
Menurut Piaget, pembelajaran tergantung pada proses ini. Ketika keseimbangan meningkat, maka anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Secara kualitatif, cara baru dalam berfikir tentang alam pun muncul dan anak-anak berlanjut ke tahap baru dalam perkembangannya. Piaget meyakini bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting dalam perubahan perkembangan. Piaget juga meyakini bahwa interaksi sosial dengan sesamanya, khususnya argumentasi dan diskusi, menolongnya untuk memperjelas pemikirannya dan pada akhirnya membuatnya lebih logis. Riset telah menekankan pentingnya menghadapkan pelajar dengan pengalaman-pengalaman atau data yang tidak sesuai dengan teori yang mereka miliki saat itu tentang bagaimana alam ini bekerja dengan maksud untuk meningkatkan perkembangan kognitif mereka (Chinn & Brewer, 1993).
Teori Piaget tentang perkembangan mewakili constructivism[6], sebuah pandangan tentang perkembangan kognitif sebagai sebuah proses dimana anak-anak secara aktif membangun sistem mengartikan dan memahami realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka (Berk, 2006; Cook & Cook, 2007; Wadsworth, 2004). Dalam pandangan ini, anak-anak secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan dengan terus-menerus mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi baru. Aplikasi dari teori constructivist terhadap pendidkan akan didiskusikan nanti di Bab 8.
III. Tahapan Perkembangan Menurut Piaget
Piaget membagi perkembangan kognitif anak-anak dan remaja kedapa 4 (empat) tahapan: sensorimotor, preoperational, concrete, dan formal operational. Dia meyakini bahwa semua anak akan melalui tahapan-tahapan ini secara tertib dan tidak ada satu anakpun yang dapat melompati di antara tahapan yang ada, meskipun setiap anak akan melalui tahapan-tahapan ini dengan tingkatan yang berbeda-beda (lihat Ribaupierre & Rieben, 1995). Individu yang sama dapat melakukan tugas yang diasosiasikan dengan tahapan yang berbeda dalam waktu yang sama, terutama pada titik transisi menuju tahapan selanjutnya. Tabel 2.1 akan merangkum perkiraan usia dimana anak-anak dan remaja akan melalui keempat tahapan Piaget. Tabel tersebut juga akan memperlihatkan pencapaian terbesar dari setiap tahapan.
II.1 Tahap Sensorimotor (< 2 tahun)
Tahapan paling awal disebut sensorimotor[7] karena selama tahap ini, bayi dan anak yang masih muda ini mengeksplorasi dunia mereka dengan menggunakan indra dan kemampuan motor mereka.
Piaget meyakini bahwa semua anak terlahir dengan kecenderungan pembawaan lahir untuk berinteraksi dan membuat indra pada lingkungan mereka. Perubahan dramatis terjadi ketika bayi berkembang melalui masa sensorimotor. Asalnya, semua bayi memiliki pembawaan lahir yang disebut dengan reflexes[8]. Sentuhlah bibir bayi yang baru lahir, dan bayi tersebut akan mulai mengisap; tempatkan jarimu di telapak tangan bayi, dan bayi akan menggenggamnya. Contoh-contoh ini dan perilaku lainnya adalah pembawaan lahir dan merupakan balok bangunan darimana skema bayi pertama kali terbentuk.
Bayi-bayi dengan segera belajar menggunakan reflexes ini untuk menghasilkan pola perilaku yang lebih menarik dan lebih intentional. Pembelajaran ini terjadi asalnya melalui accident dan kemudian melalui usaha trial dan error berulang kali. Menurut Piaget, di akhir tahapan sensorimotor, anak-anak telah mengalami kemajuan dari pendekatan awal trial dan error kepada pendekatan yang lebih terencana untuk mengatasi permasalahannya. Untuk pertama kali, mereka dapat mewakili objek benda dan peristiwa secara mental. Apa yang kebanyakan kita akan menyebutnya “berpikir” terlihat sekarang. Ini adalah kemajuan terbesar karena berarti anak tersebut dapat berfikir dan merencanakan perilakunya.
Tanda lain dari periode sensorimotor ini adalah perkembangan dari genggaman tangannya terhadap object permanence[9]. Piaget berargumentasi bahwa seorang anak pasti belajar bahwa objek benda itu secara fisik stabil dan nyata adanya meskipun tidak sedang disentuh oleh si anak. Sebagai contoh, jika engkau tutupi sebuah botol bayi dengan handuk, maka seorang anak tidak akan memindahkannya, karena yang ia tahu botol tersebut tidak ada. Pada usia 2 (dua) tahun, anak-anak memahami bahwa objek benda itu nyata meskipun tidak terlihat. Ketika seorang anak mengembangkan dugaannya terhadap keberadaan objek benda, maka ia telah selangkah lebih maju dalam berfikir. Sekali mereka menyadari bahwa sesuatu itu ada meskipun tidak terlihat oleh mereka, mereka dapat mulai menggunakan simbol untuk mewakili barang-barang ini di pikiran mereka, dan akhirnya mereka dapat memikirkan benda-benda tersebut. (Cohen & Cashon, 2003).
II.2 Tahap Pre-operational[10] (2 – 7 tahun)
Mengingat bayi dapat belajar dan memahami alam hanya dengan memanipulasi objek benda secara fisik, preschooler memiliki kemampuan lebih besar untuk berfikir tentang sesuatu dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk mengenali objek. Selama tahapan pre-operational, bahasa dan konsep yang dimiliki anak berkembang pada tingkat yang luar biasa. Masih banyak dari pemikiran mereka yang menyisakan unsur primitif secara mengagetkan. Satu dari penemuan paling awal dan cukup penting adalah ketika seorang anak punya kekurangan dalam memahami prinsip conservation[11]. Sebagai contoh, jika engkau tuangkan susu dari gelas yang tinggi ke wadah yang permukaannya luas namun pendek (mangkok), maka seorang anak akan begitu yakin bahwa gelas yang tinggi itu berisi susu yang banyak. Anak tersebut fokus hanya pada satu aspek (tinggi susu), mengabaikan aspek lainnya dan tidak bisa diyakinkan bahwa banyak susunya sebenarnya sama saja. Contoh sejenis, seorang anak dalam tahap pre-operational lebih suka meyakini bahwa sebuah sandwich dipotong menjadi 4 potong dipandang lebih banyak.
Beberapa aspek dari cara berfikir pre-operational membantu menjelaskan kesalahan pada saat konservasi. Satu karakteristik adalah centration[12]: yakni memberikan perhatian hanya pada satu aspek dari sebuah situasi. Sebagai contoh, seorang anak mungkin akan mengklaim bahwa susu telah berkurang setelah dituang, karena mereka terfokus hanya pada tinggi susu yang ada di gelas, dan mengabaikannya lebarnya.
Cara berfikirnya preschooler juga terkadang tidak dapat berfikir terbalik (irreversible). Reversibility[13] merupakan aspek berfikir yang sangat penting, menurut Piaget; yakni kemampuan untuk mengubah arah dalam berfikirnya sehingga dapat kembali ke titik awal. Sebagai orang dewasa, misalkan, kita tahu bahwa 7 + 5 = 12, maka 12 – 5 = 7. Jika kita tambah 5 benda kepada 7 benda yang sudah ada dan kemudian mengambil kembali 5 benda tersebut (kebalikan dari apa yang kita lakukan sebelumnya), maka berarti kita telah meninggalkan 7 benda. Jika seorang anak pre-operational dapat berfikir dengan cara ini, maka secara mental mereka dapat membalik proses penuangan susu tadi dan menyadari bahwa kalau susu tersebut dituang kembali ke wadah yang tinggi maka kuantitasnya tidak akan berubah.
Karakteristik lain dari berfikirnya anak pre-operational, adalah fokusnya pada kondisi status. Pada permasalahan penungan susu tadi dari satu wadah ke wadah yang lain, pre-schooler mengabaikan proses penuangan ini dan hanya fokus pada kondisi awal (susu masih di gelas yang tinggi) dan kondisi akhir (susu sudah di mangkok). “Seperti berfikirnya anak yang lebih serius melihat gambar tidak bergerak daripada film yang orang dewasa lihat” (Phillips, 1975). Engkau dapat memahami bagaimana konsentrasi dengan kondisi-kondisi yang ada mempengaruhi pikiran anak jika kamu membayangkan dirimu diperlihatkan tentang masalah susu tadi dan kemudian engkau diminta untuk menutup matamu ketika susu tersebut dituangkan. Kurangnya pengetahuan apa yang sedang terjadi, maka engkau hanya tinggal memiliki persepsi bahwa susu tadi ada di dalam mangkok yang lebar dan pendek, sementara memorimu tentang susu tadi ada di gelas yang tinggi dan sempit. Tidak seperti orang dewasa, pre-schooler membentuk konsep yang beragam terkait arti dari situasi satu ke situasi yang lain, and tidak selalu logis. Anak-anak tidak mampu menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lainnya.
Dan akhirnya, seorang anak pre-operational memiliki karakteristik egocentric[14] dalam berfikirnya. Pada tahap ini, seorang anak yakin bahwa setiap orang melihat alam dunia ini sama persis dengan yang ia yakini. Sebagai contoh, Piaget dan Inhelder (1956) mendudukkan anak-anak pada satu sisi untuk melihat 3 (tiga) buah gunung dan menanyakan mereka untuk menjelaskan bagaimana pemadangan tersebut dilihat oleh sebuah boneka yang duduk di sisi yang lain. Anak-anak yang berusia 6 atau 7 tahun menjelaskan bahwa boneka tersebut melihat persis sama dengan apa yang mereka lihat, sekalipun bagi orang dewasa tidak seperti itu. Karena anak-anak pre-operational tidak mampu mengambil perspektif orang lain, mereka lebih sering menerjemahkan peristiwa secara keseluruhan sesuai pendapat mereka.
II.3 Tahap Concrete Operational[15] (7 – 11 tahun)
Meskipun perbedaan antara kemampuan mental preoperational prschooler dan pelajar sekolah menengah concrete operational dramatis, anak-anak concrete operational masih tidak berfikir seperti orang dewasa. Mereka sangat berakar di dunia seperti apa adanya dan memiliki kesulitan dengan berfikir abstrak. Flavell menjelaskan anak-anak concrete operational seperti mengambil “sebuah batas bumi, kongkrit, practical-minded dalam memilah pendekatan problem-solving, yakni seseorang yang dengan gigih memperbaiki yang terang dan dapat menyimpulkan realitas yang ada di hadapannya. Sebuah teori yang anak-anak di elementary-school tidak bisa melakukannya. (1986, hal. 103). Istilah tahapan concrete operational menjelaskan pendekatan earthbound ini. Anak-anak pada fase ini dapat membentuk konsep-konsep, melihat hubungannya, dan menyelesaikan masalahnya, tetapi hanya jika mereka terlibat dalam objek benda dan situasi yang sudah dikenal sebelumnya.
Selama tahun-tahunnya di elementary school, kemampuan kognitif anak mengalami perubahan yang dramatis. Anak-anak elementary school tidak lagi mengalami kesulitan dengan permasalahan konservasi karena mereka telah mendapatkan konsep keterbalikan (reversibility). Sebagai contoh, mereka sekarang dapat melihat banyaknya susu dalam waktu yang singkat, mangkok yang diisi susu dari wadah gelas yang tinggi pasti akan sama, karena jika susu yang di mangkok dituangkan kembali ke wadah gelas maka isinya akan tetap sama banyaknya. Anak tersebut sudah dapat membayangkan susu yang dituangkan kembali dan dapat mengetahui hasilnya – kemampuan yang belum muncul pada anak pre-operational.
Perbedaan mendasar lainnya antara anak-anak preoperational dan concrete operational adalah bahwa pada anak yang lebih muda, yakni yang ada di tahap preoperational, merespon tampilan yang ada, sementara yang usianya lebih tua, yaitu anak concrete operational merespon pada kesimpulan realitasnya. Flavell (1986) mendemonstrasikan konsep ini dengan memperlihatkan kepada anak-anak sebuah mobil berwarna merah dan kemudian ketika mereka sedang melihatnya, menutupi mobil tersebut dengan sebuah filter yang membuat terlihat berwarna hitam. Ketika ditanyakan apa warna mobil tersebut, maka anak yang berusia 3 tahun meresponnya dengan berkata “hitam”, dan anak yang berumur 6 tahun menjawab “merah”. Anak yang lebih tua, yakni anak concrete operational, mampu merespond dengan inferred reality[16], melihat sesuatu dalam konteks maksudnya yang lain; preschooler hanya melihat apa yang mereka lihat saat itu, dengan sedikit kemampuan untu menyimpulkan arti dibelakang apa yang mereka lihat.
Satu hal penting yang anak-anak pelajari selama masa concrete operational ini adalah seriation[17], atau menyusun sesuatu dalam deret yang logis; sebagai contoh deretan batang dari kecil ke besar. Untuk melakukan ini, mereka harus mampu untuk merapikan atau mengklasifikasikan objek benda menurut beberapa kriteria atau dimensi, dalam hal ini panjangnya. Sekali kemampuan ini didapatkan, seorang anak dapat menguasai keahlian yang terkait yang dikenal dengan dengan transivity, yakni kemampuan menyimpulkan hubungan antara dua objek berbasiskan pengetahuan dari respective relationships dengan objek yang ketiga. Sebagai contoh, jika engkau katakan kepada preoperational preschooler bahwa Tom lebih tinggi daripada Becky dan Becky lebih tinggi daripada Fred, mereka tidak melihat bahwa Tom lebih pendek dari Fred. Logika seperti ini belum mungkin muncul kecuali setelah sampai pada tahapan concrete operations, selama masa usia sekolah anak-anak mengembangkan kemampuan untuk membuat dua transformasi mental yang membutuhkan berfikir berkebalikan. Yang pertama adalah inversion (+A kebalikannya –A) dan yang kedua adalah reciprocity (A < B sama dengan B > A). Di akhir tahap concrete operational ini, anak-anak memiliki kemampuan mental untuk belajar bagaimana penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian; menempatkan angka-angka sesuai ukurannya; dan mengklasifikasikan objek dengan sejumlah kriteria. Anak-anak dapat berfikir tentang apa yang akan terjadi jika …, selama objek benda itu tetap terlihat (contoh: “Apa yang akan terjadi jika saya lepas sumbernya dan membiarkannya pergi?”). Anak-anak dapat memahami waktu dan ruang yang cukup untuk menggambarkan sebuah peta dari rumah mereka ke sekolah dan mengerti peristiwa di masa lalu.
Anak-anak di tingkat dasar juga telah bergerak dari cara berfikir egosentris menjadi terdistribusi atau berfikir objektif. Berfikir tidak terpusat mengajak anak untuk melihat bahwa orang lain itu mungkin memiliki persepsi yang berbeda dengannya. Sebagai contoh, seorang ana dengan cara berfikir terdistribusi akan mampu memahami bahwa berbeda anak berbeda pula pengamatannya terhadap bentuk awan. Seorang anak yang memiliki proses berfikir terdistribusi akan mampu untuk mempelajari bahwa peristiwa tersebut tunduk pada pada hukum fisika, seperti hukum gravitasi. Kemampuan akhir yang diperoleh si anak selama tahapan concrete operational adalah class inclusion[18].
II.4 Tahap Formal Operational[19] (11 – Usia Dewasa)
Terkadang sekitar awal masa puber, cara berfikir seorang anak mulai berkembang ke dalam bentuk yang menjadi karakteristik orang dewasa. Pada usia pra remaja, mereka mulai berfikir secara abstrak dan melihan kemungkinan di luar ini dan dakserang. Kemampuan ini berlanjut perkembangannya hingga usia dewasa.
Kemampuan yang lain yang dikenali oleh Piaget dan lainnya dalam diri remaja muda adalah kemampuan untuk bernalar tentang situasi dan kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya. Remaja ini dapat menerima setelah berargumen dan berdiskusi, dan mereka tidak terbatasi pada pengalaman pribadi mereka saja, sehingga mereka dapat menerapkan logika untuk setiap kondisi yang ditemui.
Ciri berfikir dari tahap formal operatiion biasanya muncul dalam rentang usia 11 – 15 tahun, tetapi ada banyak individu yang tidak mencapai tahap ini (Niaz, 1997). Individu manusia cenderung untuk menggunakan cara berfikir formal operational dalam beberapa situasi, dan tidak menggunakannya pada situasi yang lain.
Menurut Piaget, tahapan formal operational menjadikan perkembangan kognitif lebih dekat lagi. Pertumbuhan intelektual berlanjut di luar usia remaja. Pertumbahan intelektual dapat terus berlangsung di luar masa remaja. Piaget melanjutkan bahwa dasar-dasarnya telah disampaikan, and tidak perlu membangun struktur baru; semua yang diperlukan adalah penambahan pengetahuan dan perkembangan skema yang lebih rumit.
Hari ini, Teori Piaget telah berevolusi, meski dalam banyak hal masih tetap mendominasi, studi perkembangan manusia. Beberapa dari prinsip sentral beliau telah dipertanyakan dalam riset-riset terbaru, dan deskripsi perkembangan yang baru telah merevisi banyak dari pandangannya (lihat Feldman, 2003).
Satu dari prinsip penting Piagetian adalah bahwa perkembangan mendahului pembelajaran. Piaget mengatakan bahwa tahap perkembangan banyak yang telah diperbaiki dan bahwa konsep tersebut seperti konservasi dapat diajarkan. Riset telah mengubah beberapa hal dimana latihan-latihan Piagetian dapat diajarkan pada anak-anak pada tahap perkembangan yang lebih awal. Sebagai contoh, beberapa periset telah menemukan bahwa anak yang masih muda dapat berhasil pada bentuk format yang lebih sederhana sebelum mereka mencapai tahapan tersebut dimana latihan itu tercapai (Gelman, 2000; Larivee Normandeau & Parent, 2000; Siegler, 1998). Gelman (1979) menemukan bahwa anak yang masih muda dapat menyelesaikan masalah konservasi yang melibatkan sejumlah balok dalam sebaris ketika tugas tersebut diberikan dalam cara dan bahasa yang lebih mudah. Boden (1980) menemukan bahwa tugas formal operational yang sama dihasilkan setelah melewati tingkat dari 19 – 98%, tergantung pada kompleksitas instruksinya (lihat juga Nagy & Griffiths, 1982).
Teori Piaget telah memiliki dampak yang besar pada teori dan praktis dunia pendidikan (Case, 1998). Pertama karena teorinya memfokuskan perhatian pada ide developmentally appropriate education – sebuah pendidikan dengan lingkungan, kurikulum, bahan, dan instruksi yang cocok untuk pelajar sesuai fisik dan kemampuan kognitif mereka dan juga kebutuhan sosial dan emosionalnya. Teori Piagetian telah berpengaruh pada model konstruktif pembelajaran yang akan dijelaskan di Bab 8. Berk (2001) meringkas implikasi pengajaran yang utama yang tergambar dari Piaget adalah sebagai berikut :
- Fokus pada proses berfikir anak, tidak hanya hasil berfikirnya
- Mengenali peran yang paling krusial dalam inisiatif pribadi anak, keterlibatan aktif dalam aktivitas pembelajaran
- Tidak menitikberatkan pada praktis yang ditujukan untuk menjadikan anak seperti orang dewasa dalam cara berfikirnya
- Penerimaan atas perbedaan individu dalam pertumbuhan perkembangan
Teori-teori Neo-Piagetian adalah modifikasi dari teori Piaget yang mencoba untuk mengatasi permasalahan pada keterbatasan teori dan dan mengalamatkan masalah pada kritiknya yang telah diketahui. Lebih detail, neo-Piagetian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak untuk menjalankan pada tahap yang detail tergantung pada kesepakatan besar pada tugas khusus yang terlibat (Gelman & Brenneman, 1994); bahwa pelatihan dan pengalaman, termasuk interaksi sosial, dapat mengakselerasi perkembangan anak (Birney et al., 2005; Case, 1998; Flavell, 2004; Siegler, 1998); dan bahwa budaya memiliki peran penting dalam perkembangan (Gelman & Brenneman, 1994; Rogoff & Chavajay, 1995).
[1] Skema diartikan sebagai pola-pola mental yang memandu perilaku
[2] Adaptasi adalah proses menyesuaikan skema respon terhadap lingkungan dengan maksud untuk berasimilasi dan berakomodasi
[3] Asimilasi adalah memahami pengalaman baru dengan skema lama
[4] Akomodasi adalah memodifikasi skema lama agar cocok dengan situasi yang baru
[5] Ekulibrasi adalah proses pengembalian keseimbangan antara pemahaman sebelumnya dan pengalaman barunya
[6] Konstruktivisme adalah cara pandang terhadap perkembangan kognitif yang menitikberatkan pada peran aktif pelajar dalam membangun pemahaman mereka terhadap realitas
[7] Tahap sensorimotor adalah tahapan dimana bayi mempelajari sekitarnya dengan menggunakan kemampuan indra dan motoriknya.
[8] Refleksi adalah pembawaan lahir, respon otomatis untuk bereaksi (contoh : mata berkedip sebagai respon cahaya yang terang)
[9] Object permanence adalah kenyataan bahwa sebuah objek itu tetap nyata bahkan ketika tidak terlihat
[10] Pre-operational adalah tahapan dimana seorang anak belajar untuk mewakili sesuatu di dalam benaknya
[11] Konservasi adalah konsep tentang parameter tertentu dari sebuah benda seperti berat menyisakan hal yang sama tanpa memperhatikan perubahan dalam paramer yang lain seperti panjang.
[12] Sentrasi adalah memberikan perhatian hanya pada satu aspek dari sebuah objek benda atau situasi.
[13] Reversibility adalah kemampuan untuk membentuk cara kerja mental dan kemudian membalik berfikirnya kembali ke titik awal
[14] Egosentris adalah meyakini bahwa setiap orang memandang alam dunia ini seperti engkau memandangnya
[15] Tahap concrete operational adalah tahapan dimana anak-anak mengembangkan kemampuan alasan yang logis dan memahami konservasi tetapi hanya dapat menggunakan kemampuan ini pada situasi yang sudah akrab bagi mereka
[16] Inferred reality adalah arti stimuli dalam kontek informasi yang relevan
[17] seriation adalah menyusun objek dalam susunan sekuensial menurut satu aspek, seperti ukuran, berat, atau volume
[18] class inclusion adalah sebuah keahlian yang dipelajari selama tahapan concrete operational tentang perkembangan kognitif dimana setiap individu dapat berfikir secara simultan tentang keseluruhan jenis-jenis benda dan tentang hubungan di antara subordinatnya
[19] Tahap formal operational adalah tahapan dimana seseorang dapat menyetujui secara abstrak tentang hypothetical situations dan dapat menalar secara logis
Kategori