Lanjut ke konten

Tadabbur Awal Tafaqquh

Allāh memerintahkan hamba-Nya untuk mentadabburi Kalam-Nya sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Memang tidak semua perkara detail dalam kehidupan manusia dapat terjawab dengan Al-Qur’ān, namun Al-Qur’ān memberikan kelengkapan yang sempurna terhadap segala yang dibutuhkan manusia dalam menjalani tugas kehidupannya di dunia. Berawal dari Al-Qur’ān, lahirlah cabang-cabang ilmu lainnya, yang dikembangkan darinya.

Kunci sukses kehidupan hanyalah dengan mengikuti panduan yang diberikan-Nya. Kehadiran Al-Qur’ān selain menguatkan apa yang pernah disampaikan dalam kitab-kitab samawi sebelumnya, juga menyempurnakan seluruh rangkaian Kehendak Allah atas dunia yang fana ini. Di saat Nabi Adam a.s. dan Hawa diturunkan ke muka bumi, pesan inilah yang pertama kali diingatkan agar manusia dapat meraih kebahagiaan (as-sa’adah) yang sejati, sebagaimana firman-Nya di dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 38:

قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

Di saat manusia tidak menjadikan Al-Qur’ān sebagai referensi kehidupan, bukankah ia tetap harus memutuskan pilihan-pilihan kehidupannya. Keputusan yang tidak didasari atas petunjuk ilmu, tentunya akan dibuat berdasarkan referensi selainnya, seperti hawa nafsu, referensi Yunani Kuno, referensi Barat, referensi atheis, atau sumber-sumber dunia (ardhi) lain. Hal ini karena tidak ada yang bebas nilai (value free) dalam pemikiran manusia, semuanya terikat dengan nilai (value laden).

Menjadikan Al-Qur’ān sebagai pondasi berpikir dalam kehidupan, dan berselancar dalam kebebasan berpikir di bawah naungan Al-Qur’ān inilah inti pandangan hidup Islam (Islamic Worldview). Al-Qur’ān membimbing manusia untuk memiliki cara pandang yang khusus berbasiskan ilmu tentang hakikat dari realitas wujud (rukyah al-Islām li al-wujud). Inkonsistensi dari metode ini akan membawa manusia pada pandangan hidup selain Islam, misalkan pandangan hidup yang telah terbaratkan (Western Worldview).

Kehadiran Al-Qur’ān sebagai sumber petunjuk bertujuan untuk meluaskan akal manusia yang dibatasi pengalaman kehidupan (experience) dan kondisi lingkungan sekitarnya (environment). Al-Qur’ān bukan saja mengandung informasi benar dan terpercaya (khabar shadiq) atas segala sesuatu terkait jati dirinya di dunia, namun juga melengkapi dengan informasi akurat tentang apa yang pernah terjadi dan akan terjadi pada seluruh manusia beserta alam semesta. Meninggalkan dan berpaling dari Al-Qur’ān hanya akan membawa manusia kepada ketidakbebasan, terperangkap dalam batasan kebodohan dan hawa nafsu yang menyesakkan.

Allāh ﷻ berfirman di dalam Surat Ali ‘Imran [3] ayat 138:

هَٰذَا بَيَانٞ لِّلنَّاسِ وَهُدٗى وَمَوۡعِظَةٞ لِّلۡمُتَّقِينَ

(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

Manusia terlahir di atas dunia dalam kondisi tidak memiliki ilmu dan penuh dengan kelemahan. Seiring bertambahnya kekuatan jasad, seharusnya diikuti dengan meningkatnya kemuliaan diri. Satu-satunya cara manusia berkejaran dalam kemuliaan adalah di saat mereka menjadikan ilmu sebagai sesuatu yang sangat dicintai, dimuliakan, sekaligus dirindukan.

Di saat manusia di dunia ini menemukan jalan iman (Islam), maka ia telah diangkat derajatnya lebih mulia. Jika ia tidak merasa cukup dengan keislamannya (comfort zone), dan memilih untuk bergerak ke arah kebaikan, maka ia akan mengejar ilmu. Disebabkan karena ilmu, laki-laki dan wanita, sama di hadapan Allah, sama-sama berpotensi menjadi yang terbaik, sama-sama berpotensi besar masuk ke Jannah-Nya.

Allāh ﷻ berfirman dalam surat Al-Mujādilah [58] ayat 11:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Bersama ilmu, manusia yang sebelumnya tidak mengetahui (jāhil), mulai menjadi manusia yang mengetahui (‘ālim), dengan terbukanya rahasia dan hikmah Ilahiyah. Namun begitu, sekedar mengetahui tidaklah cukup jika tidak dilanjutkan menjadi sosok yang memahami apa yang telah diketahuinya (fāhim). Terbiasanya manusia memahami sesuatu yang telah diketahuinya dengan detail dan mendalam yang akan membawanya kepada derajat (fāqih). Proses panjang dari jāhil menuju fāqih inilah yang disebut sebagai proses pembelajaran tanpa henti (tafaqquh), dengan obyek paling utama (fardhu ‘ayn) untuk didahulukan adalah perkara agamanya (tafaqquh fi ad-din).

Allāh ﷻ berfirman dalam surat At-Taubah [9] ayat 122:

۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Proses yang dibutuhkan dari jāhil menuju fāqih membutuhkan proses yang panjang (thūluzzamān). Tabiat dalam evolusi kapasitas diri manusia memang tidak ada yang kilat (instant). Bersabar dalam kehinaan lamanya proses tafaqquh akan meraih kemuliaan disaat mengajarkan ilmu.

Kualitas dari jiwa manusia yang ditempa dalam proses yang panjang tentu berbeda dengan proses yang kilat. Panjangnya proses tafaqquh dikarenakan banyaknya tahapan yang harus dilalui dengan benar sehingga tidak salah arah atau salah fikir. Di antara kebaikan yang tidak ternilai dari Allāh ﷻ adalah saat manusia dimudahkan dalam meniti seluruh tahapan dimaksud. Rasūlullāh ﷺ pernah bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

Barangsiapa yang dikehendaki Allāh kebaikan, dia dijadikan faqih dalam urusan agama.

[HR. al-Bukhari No. 71 dan Muslim No. 1037 dari Mu’awiyah r.a.]

Proses panjang tafaqquh seorang Muslim hendaknya diawali dengan kecintaan pada aktifitas tadabbur. Tadabbur dimasukkan ke dalam proses awal tafaqquh agar manusia terbiasa berpikir detail, runut, sistematis, dan tidak terburu-buru. Segala sesuatu yang telah diketahuinya, diminta untuk disimpan terlebih dahulu, dihayati, dinikmati, dan dirangkaikan dengan hal-hal lain yang dipahami kemudian. Berawal dari mentadabburi setiap huruf, kata, ayat, surat, hingga pada akhirnya memahami tema besar Al-Qur’an.

Terbiasanya Muslim dalam berpikir dan menganalisa sesuatu secara mendalam akan melahirkan pribadi yang unggul, komprehensif, dan beradab. Hal ini karena telah terbentuk pada dirinya kedisiplinan dalam berpikir yang akan membawanya pada kedisiplinan dalam berbicara, menulis, dan merangkai kata-kata untuk disampaikan kepada lingkungan eksternal dirinya. Demikianlah pentingnya menjadikan tadabbur sebagai awal tafaqquh.

Wallāhu a’lam bi ash-shawāb.

***

Ikuti kelas Tadabbur Al-Qur’an melalui Google Classroom, dan silahkan bergabung dengan kode kelas:

ojm91z

Pertanyaan dapat diajukan melalui: suprahawido@gmail.com, dan jawaban akan disampaikan di Channel Dialog Islamihttps://chat.whatsapp.com/IFvHr8kiLHuBtmuIZDc8Tj
__
💠 Facebook: facebook.com/wido.supraha
📷 Instagram: instagram.com/supraha
🐦 Twitter: twitter.com/supraha
📠 Telegram: telegram.me/supraha
🎥 Youtube: youtube.com/supraha

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: