Bersihkan Indonesia dari Pemikiran Rasisme ala Budi Santosa Purwokartiko

Sejak malam 28 Ramadhan 1443 Hijriyah, dunia jagat sosial media kembali dihebohkan dengan pemikiran islamofobia, pemikiran anti Islam dan seluruh identitasnya. Namun kali ini lebih mencengangkan, karena disampaikan oleh seorang Profesor yang juga Rektor ITK 2018-2022, bernama Budi Santosa Purwokartiko. Saya mencoba menelusuri kembali screenshoot dari pesan FB beliau yang kabarnya viral itu, tapi tidak ketemu di laman FB beliau kecuali pesan tanggal 09 April yang menegaskan #SayaBersamaJokowi #Gerakan Merah Putih. Laman FB beliau lebih banyak terisi dengan tulisan-tulisan yang bernada ‘liberal’ dari teman-temannya. Apakah jejak-jejak digital beliau telah dihapus? Waktu akan menjawabnya. Tapi kita akan coba masuk pada substansi pemikiran.

Membaca pesan beliau yang ditulis tanggal 27 April 2022 pukul 06.18 AM ini menyiratkan beberapa pemikiran yang nanti bisa menggambarkan apakah relevan gelar Profesor yang tersandang pada namanya ataukah tidak. Di antara pertanyaan yang saya angkat adalah:
- Adakah hubungan hobi demo dengan IPK rendah? Benarkah yang hobi demo, IPK nya pasti rendah?
- Apakah mereka yang berbicara langit dan kehidupan sesudah mati bukanlah orang-orang yang cerdas?
- Apakah mereka yang lebih memilih kata-kata langit: insya Allah, barakallah, syi’ar, qadarullah, adalah orang-orang yang bodoh?
- Apakah jilbab itu penutup kepala manusia gurun?
- Apakah yang menutup kepala ala manusia gurun adalah orang-orang bodoh dan tidak open-mind?
- Apakah selain Eropa Barat dan US, orang-orangnya tidak punya teknologi, dan hanya pandai bercerita?
Jika keenam pertanyaan di atas dikeluarkan oleh mahasiswa S1 yang sedang menggeluti pemikiran, masih dapat dimaklumi. Tapi kalau ini dikeluarkan oleh seorang Profesor, seorang Guru Besar, maka ada hal yang sangat berbahaya sedang bersemayam dalam diri seorang pendidik pada puncak gelar dimilikinya. Pemikiran guru besar seperti ini disebut berbahaya karena akan dapat dengan mudah ter-copy-paste ke diri para mahasiswa (murid), padahal sangat mencoreng seluruh nilai-nilai Pancasila. Pemikiran yang mendorong kesesatan berpikir, kebencian, diskriminasi, ketidakadilan, rasis dan fasis. Rasis karena membedakan manusia berdasarkan ras manusia gurun (Arab) dan selainnya, mengidap xenophobic karena tidak suka melihat orang asing seperti manusia gurun, dan hal itu terjadi mungkin karena beliau pun korban dari firehose of kadrunisasi. Ketika ia mengomentari penggunaan penutup kepala, bukankah ia juga sering menggunakan penutup kepala berupa peci, yang merupakan simbol pemersatu karya HOS Cokroaminoto dahulu? Bukankah gaji profesornya diambil juga dari rakyat Indonesia termasuk yang berpenutup kepala manusia gurun?



Bisa dibayangkan, bagaimana keadilan dirinya sebagai seorang pewawancara calon mahasiswa LPDP yang jika saat diwawancarai, mereka menyapa pewawancara dengan ‘Assalamu ‘alaikum’ sambil menggunakan penutup kepala manusia gurun, punya pengalaman pernah berdemonstrasi, dan punya moto hidup misalkan ‘Duniaku untuk Akhiratku’. Apakah kira-kira beliau tidak akan meluluskan mereka, karena sudah ada mind-set yang terbenam dalam jiwanya yang paling dalam? Ketika seorang pewawancara dari sebuah program pemerintah bernama LPDP menuliskan pemikirannya secara terbuka di sosial media, tentu ini menjadi teror bagi mahasiswa pencari beasiswa LPDP yang pada akhirnya akan berusaha menampilkan sesuatu yang seirama dengan pemikiran pewawancara yang telah terpublikasikan secara luas. Pemikiran ini pun akan melahirkan keresahan di masyarakat sekaligus mempertanyakan kredibilitas LPDP sendiri sebagai sebuah lembaga yang dipercaya mengelola dana rakyat. Akankah LPDP segera merevitalisasi mekanismenya dalam memilih pewawancara agar tidak kemasukan #SampahAkademik hanya karena gelar yang disandangnya tanpa melihat attitude, mindset, dan worldview?

Tahun lalu, tepatnya 21 April 2021, dalam rangka Hari Kartini, Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung menggagas Penandatanganan MoU dengan Rektor-Rektor Perempuan Indonesia, Rabu 21 April 2021. ISBI Bandung menggandeng sebelas (11) Perguruan Tinggi. Di antaranya, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Padjadjaran, Institut Teknologi Nasional, Universitas Singaperbangsa Karawang UPN Veteran Jakarta, dan Institut Kesenian Jakarta. Terdapat 8 dari 12 rektor yang menandatangani MoU pada saat itu, mereka menggunakan jilbab. Apakah bagi Budi Santosa Purwokartiko, 8 rektor tersebut adalah srikandi yang bodoh, tidak open-mind, ber-IPK pasti rendah, dan hanya pandai bercerita?
Pemikiran yang ditampakan oleh Budi Santosa Purwokartiko di sosial media ini sejatinya adalah contoh pemikiran tertutup (close-minded). Dia tidak menyadari keragaman dunia yang begitu indah. Baginya, jilbab itu tidak bernilai sama sekali. Dia bercerita tentang open-minded tapi justru menunjukkan dirinya yang close-minded. Hal ini menunjukkan confusion, corruption of knowledge, dan deislamization sebagai ciri dirinya telah mengalami kehilangan adab (the loss of adab). Pemikiran seperti inilah yang menghilangkan harmoni di dunia sehingga dunia berada dalam kekacauan dan ketidakdamaian.
Kebahagiaan seorang Budi Santosa Purwokartiko terlihat saat ia merasa terpuaskan dengan kata-kata yang menghina dan menista perilaku keagamaan seseorang. Boleh jadi, ini dampak penguasaan ilmu yang sektoral dan parsial, sehingga ia tidak mampu melihat sesuatu secara holistik. Dengan kata lain, sangat boleh jadi, ini dampak dari dikotomi antara agama dan sains, ketika para saintis merasa tidak harus beragama.
Pemikiran senada sebenarnya banyak dipelihara di beberapa kampus, misalkan yang sangat akrab bagi netizen adalah pemikiran AA di salah satu kampus, tapi ITK (Institut Teknologi Kalimantan) menjadi menarik, karena ini kampus baru. Dengan kejadian ini, apakah ITK akan berperilaku sama, memelihara pemikirannya sekaligus pengasongnya, ataukah segera menonaktifkan dan melakukan revitalisasi segera, sangat bergantung pada academic attitude yang diperankan.
Ketika 15 Maret 2022 dahulu Sidang Umum PBB menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, maka inilah saatnya Indonesia melanjutkannya dengan memerangi berbagai bentuk prasangka dan ketakutan yang dialamatkan kepada agama, karena akan mengancam kerukunan dan harmoni antarumat beragama. Negara harus segera turun tangan membela para wanita yang menggunakan penutup kepala sebagai bagian dari rakyatnya dengan melakukan langkah-langkah cepat dan terukur seperti mengganti Rektor ITK dan memaksa beliau untuk membuat permohonan maaf.
Semoga di bulan suci Ramadhan 1443 Hijriyah ini, beliau masih sempat bertaubat sebagai umat Islam, dan membersihkan akal pikirannya dengan pandangan hidup Islam (rukyatul Islam lil wujud) yang ilmiah dan jernih, dan pernah memimpin peradaban sains dunia abad 8-15 Masehi. Bersama kita sempurnakan kelelahan kita meraih malam Lailatul Qadar dengan memperbanyak dzikir: Allaahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anna yaa Kariim.
—
Penulis dapat dihubungi:
- Instagram: https://instagram.com/supraha
- Twitter: https://twitter.com/supraha
- Telegram: https://t.me/supraha
- Whatsapp Channel: https://chat.whatsapp.com/D91ZzlmbRGwJ7e3k97rHGu
- Website: https://widosupraha.com/about
Kategori
Terus perbanyak tulisan2 senada utk meluruskan pemikiran2 Islamophobia.